Hustle Culture: Motivation atau Toxic?

Tidak dapat dipungkiri beberapa dari kita pernah merasakan bekerja di hari libur, pulang terlambat karena lembur,  atau tidak pernah mengambil jatah cuti sampai habis atau juga jarang menyadari bahwa hari ini hari libur atau tanggal merah.

Sumber Gambar: Unsplash.com

Jika Teams sedang merasakan hal-hal yang sudah disebutkan diatas, maka bisa jadi Teams terkena efek “Hustle Culture”, yaitu budaya yang mendorong seseorang untuk bekerja tanpa istirahat atau tanpa batas waktu dan tempat. Karir dianggap sebagai aspek terpenting dalam hidup yang diperoleh melalui kerja keras.
Mereka yang terjerat dengan Hustle Culture selalu termotivasi untuk mencapai kesuksesan di usia muda. Tidak jarang mereka kerja mati-matian hingga larut malam, mengambil side-job (kerjaan sampingan), hingga tidak ada waktu istirahat sama sekali.

Sumber Gambar: Pinterest

Darimana Hustle Culture muncul?

Salah satu yang saat ini paling relevan adalah Hustle Culture muncul karena dampak teknologi yang semakin pesat. Misalnya Smartphone milik kalian juga dapat untuk menjadi sarana bekerja, untuk mengirim email, menyusun presentasi, video call dengan atasan, hingga berdiskusi antar team dengan menggunakan aplikasi yang tersedia pada Smartphone. Tanpa disadari, deretan aplikasi tadi membuat seseorang kerja terus menerus. Kemudahan dalam urusan pekerjaan menjadi rasa cemas, takut, dan mendorong individu untuk bekerja sepanjang waktu. Hal ini memungkinkan bukan hanya dampak fisik yang diterima namun juga dampak pada kesehatan mental.

Sumber Gambar: dribbble.com

Dampak Hustle Culture

Nampaknya, budaya ini bisa berdampak terhadap penurunan kreativitas individu. Dilansir dari Jurnal Occupation Medicine (Solving a methodological challenge in work stress evaluation with the Stress Assessment and Research Toolkit (StART): a study protocol | Journal of Occupational Medicine and Toxicology), orang dengan jam kerja yang lebih panjang akan mudah mengalami stress dan gangguan tidur. Hustle Culture ini juga dapat memberikan dampak buruk bagi kehidupan sosial karena tidak memiliki waktu untuk kehidupan sosial maupun pribadi.

Beberapa negara yang terkenal dengan Hustle Culture-nya yaitu negara Tiongkok, Hustle Culture dikenal dengan 996 (nine nine six), yaitu bekerja dari jam 9 pagi hingga jam 9 malam selama 6 hari dalam 1 minggu.

Maka, bagaimanakah supaya kita tidak sampai terkena dampak buruk dari Hustle Culture? Berikut solusi yang bisa Teams terapkan dalam kehidupan sehari-hari:

  1. Memahami batas untuk diri kalian sendiri. Batas dan kemampuan orang berbeda-beda. Maka, ketika kamu telah bekerja terlalu lama kemudian tubuhmu mulai memberikan dampak negatif, cobalah sejenak berhenti dan beristirahat.
  2. Membuat jadwal planning dengan baik supaya pekerjaan lebih teratur.
  3. Menentukan target realistis dan sesuai keinginan serta kesanggupan kalian.
  4. Berhenti membanding-bandingkan pencapaian kalian dengan orang lain. 
  5. Berhenti meremehkan langkah-langkah kecil. Langkah-langkah kecil yang terukur dan mudah dicapai lebih baik daripada langkah besar yang sulit untuk diraih.

Lalu apakah Teams juga salah satu yang merasakan/pernah terkena Hustle Culture? Coba comment di bawah ya 🙂

Referensi:

  1. HUSTLE CULTURE: Budaya Manipulatif di Balik Janji Kesuksesan 
  2. Hustle Culture: Yang Salah dari Bangga Bekerja Berlebihan.
  3. https://www.bfi.co.id/id/blog/sering-terjadi-kenali-apa-itu-hustle-culture-dan-cara-menyikapinya
  4. https://habbie.co.id/mengenal-hustle-culture-dan-cirinya-dalam-sistem-kerja-perusahaan
  5. Solving a methodological challenge in work stress evaluation with the Stress Assessment and Research Toolkit (StART): a study protocol | Journal of Occupational Medicine and Toxicology 
  6. Budaya-Gila-Kerja-yang-Berbahaya.html

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »